Kamis, 04 Oktober 2012

Love is Not Blind



Aku pernah berfikir cinta itu hanya untuk orang-orang yang aneh dan tidak mengerti apa arti kehidupan yang luas. Aku berfikiran seperti itu ketika masih Sekolah Dasar dan tentu saja umur pada saat itu hanya 10 tahun. Ketika udah lulus dari sekolah dasar, aku tidak mementingkan lagi apa itu namanya cinta, karena yang ada di otak, gimana caranya harus bisa menjadi seorang dokter.
 
  Iya, memang aku dulu seorang anak yang cupu, keren, ganteng, imut dan cakep. Ya benar, lupakan saja lah itu. Aku memilih SMP negeri yang terkenal di dekat rumah, SMP negeri 6 namanya. Ketika aku duduk di kelas 7 dan di kelas 8, aku sama sekali tidak merasakan apa itu namanya kebahagiaan karena yang tercantum di otak, hanya lah bagaimana bisa menjadi orang yang sukses.


Sebenarnya aku adalah seorang yang memiliki tingkat kepintaran yang tinggi. Itu pun kata guru sih. Tapi dari hasil pembagian rapor rata-rata lumayan tinggi, karena pada saat itu aku berfikir, “Tidak semua orang mampu mendapatkan mempertahankan posisi yang ada diatas, jika sudah ada celah baru kita bisa duduk di posisi yang ada diatas tersebut.” Ketika aku naik kelas 9, pola pembelajaran mulai kacau karena aku menemukan seorang wanita yang menurutku saat itu cantik. Ternyata dia adalah teman satu sekolah dan merupakan teman satu les bahasa inggris. Aku pernah terjebak percakapan dengannya, kira-kira percakapannya seperti ini:

Dia: “hai”
Aku: “….”
Dia: “kenapa?”
Aku: “…”
Dia: “aku udah dijemput tuh, aku pulang duluan yaa”
Aku: “…..”

Sebut saja namanya Cindy. Dia adalah seorang anak kelas 9 juga dan merupakan seorang yg duduk di lokal binaan. Oh iya, aku lupa cerita, aku duduk di lokal unggulan di smp tersebut. Jadi, banyak yang kenal dengan aku namun sebaliknya aku kurang mengenal banyak orang ketika SMP. Ini disebabkan karena aku seorang nerd, dan pergaulan itu kurang berarti ketimbang pelajaran yang harus aku tangkap di kelas. Aku pun berfikir setelah adanya percakapan diatas, mungkin dia berfikir aku adalah:
1. Aku anak yang sombong, karena gak ada ngerespon apa pun yang dia omongin pada saat itu
2. Dia mungkin mengira aku bisu atau tuli atau mungkin lebih buruk dari itu.
3. Dia mungkin mengira aku udah buang air besar di celana.

Namun di dalam hati kecil, itu merupakan hal yang paling indah dan berkesan. Pengibaratannya seperti ketika seorang raja api menyemburkan api lalu tertawa dengan keras seperti HAHAHAHA atau dengan tekanan a minor HaHaHaHa atau juga dengan tekanan a minor lalu ditambah sedikit a mayor dan perubahannya menjadi seperti HAHaHAHa. Menurutku, itu adalah suatu progress yang besar dan maju dalam perkembangan kehidupan percintaanku yang suram saat itu. Lalu selang sekitar 2 minggu, aku bicara dengan dia tanpa berfikir panjang lagi dan langsung nembak si doi, men. Jadi, aku langsung ngajak di sekitar taman bunga sekolah, lalu terlibat percakapan seperti ini:

Aku: “Eh, kamu mau nggak jd pacar aku?”
Dia: “….”
Aku: “gimana?”
Dia: “…..”

Aku langsung berfikir saat itu juga bahwa dia:
1. Dia terlalu normal buat aku
2.Atau mungkin penyakit matanya yang dulu udah sembuh.  

Setelah berfikir aku langsung bilang mengatakan:
Aku: “Udara nya cerah yaa? Kamu tau gak ini bulan apaa?”
Dia: “Mei kan?”
      Aku: *dalam hati* mampus , kalau sekarang bulan April kan gak bisa ngeles. “Oh iyaa,    MEI MOOOOP.”
Dia: “….”

Dan endingnya kalian pasti udah tau tanpa aku certain di sini. Iya benar banget, ditolak-nangis 40 hari 40 malam-showeran. Kenapa aku mengangkat judul "Love is not blind?" Karena, menurut aku kalau cinta itu buta pasti di akhir cerita pasti aku udah bakal diterima sama si Cindy.

Dari sini aku udah dapat menarik kesimpulan bahwa “cinta yang dipaksakan itu sangat tidak baik apa lagi kalau kita mengetahui nya ketika kita sudah memiliki hubungan cinta tersebut”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar