Jumat, 21 Oktober 2016

Sebuah Surat (Pria Itu?) - Part 3

Teruntuk patah hati terhebatku,



Apa kamu sudah bosan membaca seluruh surat yang aku buat ini? Bersabarlah sebentar, bacalah suratku sampai surat yang terakhir, aku harap kamu masih bisa meluangkan waktu sebentar untukku dengan hanya membaca surat ini. Pada surat kali ini, maaf, aku tidak akan membahasmu. Aku akan membahas dia. Pria yang berhasil mengalahkanku. Dia, pria yang berhasil menyadarkanku berapa penting artimu di kesepianku saat ini. Dia, pria yang membuat aku sampai berputus asa seperti ini. Bukankah Sherlock pernah kalah dari Moriarty walaupun hanya sekejap? Tak apa, kalau kamu memang ditakdirkan untuk bersamaku, akan ku menangkan kamu nanti.

Hai, teman. Aku tak biasa memanggil orang yang tak ku kenal sebelumnya dengan sapaan teman. Aku bukan tipikal orang yang mempunyai banyak teman. Tanya saja padanya, dia tau aku lebih dalam. Iya, tanya kepadanya. Tanya kepada wanita yang telah nyaris kau rebut dariku. Aku juga mempunyai sedikit teman untuk berbagi. Tapi tak apalah, anggap saja aku memanggilmu teman karena rasa terima kasihku. Iya, kau telah menyadarkanku betapa penting arti wanita itu untukku. Cukup perkenalan kita kali ini.

Kemarin malam, tak sengaja aku melihat kalian berdua duduk bersenda gurau bersama. Kau berhasil membuat tawanya kembali. Kau juga tokoh yang berhasil menciptakan senyum yang sirna itu kembali lagi. Harus aku akui, aku rindu semua senyumnya. Aku rindu tawa lebar yang menghias di wajahnya. Sebelum kau, aku lah tokoh utama dibalik terciptanya senyum dan tawa indah itu. Aku tak akan membahas itu lagi, aku akan pura-pura tak melihat kalian. Wanitaku itu berhak untuk mendapatkan senyum dan tawa indahnya kembali.

Teman, kau sudah jauh melangkah di depanku. Kau berhasil memenangkan tawanya, senyumnya, semuanya, termasuk teman-temannya. Tinggal menunggu waktu saja untuk dia melupakanku. Tinggal menunggu hitungan hari, mungkin dia akan terlepas dari bayangku. Seandainya kau serius pada wanitaku itu, bersabarlah.

Aku mendapatkan informasi tentang kau dan tentang kalian. Aku sudah berusaha mengabaikannya. Tapi ntah kenapa, hatiku masih menghiraukan sakit itu. Aku masih terpaku mendengarkan dan kemudian sakit seperti ini.

Wanitaku itu, dia dulu adalah seorang yang mampu bercerita sampai tengah malam bahkan lebih melalui via telpon. Dengarkan kataku, yang harus kau lakukan, dengarkan ceritanya. Akan ada rasa rindu tersendiri ketika dia tak lagi mau berbagi cerita denganmu.

Wanitaku itu, dia adalah wanita yang tak suka dengan kesendirian. Sisakan waktumu untuk kau bagi berdua bersamanya. Aku kalah di bagian ini, aku terlalu sibuk dengan urusanku waktu itu. Aku bahkan hampir melupakannya. Kalau aku boleh jujur, sedikit pun aku tak berniat untuk melupakan wanitaku itu, terlalu banyak yang aku kerjakan dan wanitaku itu menjadi pihak yang terkorbankan.

Wanitaku itu, dia akan marah ketika kau mengendarai kendaraan dalam keadaan laju. Dia tak peduli alasan apa yang kau berikan, baginya keselamatan pasangannya lebih penting. Ketika kau sedang bersamanya, jangan membawa keadaan dengan laju. Aku sedang tidak memberi perhatian dengan kau, teman. Aku memberi perhatian ini kepada wanitaku itu. Dengarkan kataku, ketika kau sedang bersamanya, tenanglah. Wanitaku itu hanya sedang ingin berdua bersamamu lebih lama, jangan laju. Apa yang kau kejar? Bukankah di atas aku sudah mengaku atas kekalahanku, aku tidak akan mencampuri urusan kalian. Tapi ketika dia memang ditakdirkan untukku, akan ku menangkan dia darimu, teman.

Teman, maaf, aku bukanlah orang yang bisa menahan rindu dengan lama. Aku bukan orang yang bisa memendam perasaan. Ketika kau nanti sudah memiliki hubungan yang serius dengan wanitaku, aku akan meminta izin kepadamu karena aku sewaktu-waktu bisa saja menemui wanitaku. Aku tak bermaksud mengganggu, sungguh. Aku juga tak akan mendekati dia seperti yang aku lakukan jauh sebelumnya. Aku hanya akan menemuinya sebentar saja. Aku akan mendekapnya erat dalam diamku. Aku akan bercinta dengan wanitaku itu melalui sebuah senyuman tipis yang nanti aku lontarkan. Aku akan menyampaikan semua rinduku padanya dalam hening.

Teman, aku bukan orang lemah yang mungkin saja kau pikirkan. Kalau kau serius dengan wanitaku, lalu dia pergi meninggalkanmu, maka perasaan kita akan sama. Jagalah dia bukan karena aku yang meminta. Jaga dia karena kau adalah seorang pria dan kau pasangannya. Maaf, aku terlalu banyak merepotkanmu. Maaf juga karena aku terlalu banyak omong. Semua itu karena, dia wanitaku.

Sayang, aku berharap yang terbaik untukmu. Kalau kamu ingin pulang, aku masih menunggumu di sini.

2 komentar: