Teruntuk patah hati terhebat,
Hingga detik ini, aku masih
teringat matamu yang sembab, senyummu yang tipis, semua intonasi yang kamu
gunakan pada saat percakapan kita siang tadi. Kita tak sanggup lagi bertatapan.
Menoleh pun hanya sedikit. Hanya sebuah tanda bahwa kamu sudah tidak nyaman
berada di dekapanku berdua saat itu. Aku berusaha memahami semua apa yang kamu
katakan. Kebingunganmu, bimbangmu, semuanya. Aku bahkan meredam kegelisahan
yang aku punya terlebih dahulu. Aku masih mengatur nafas yang seakan masih
belum siap untuk memburu kamu dengan semua pertanyaan yang ada di benakku.
'Kita sudah sampai di sini ya?', ucapku dengan nada lirih. Aku berusaha
mengambil nada dengan tempo sepelan mungkin, aku tak sanggup apabila ada yang
mendengar percakapan sendu yang kita lakukan. Kamu kaget. Ekspresi yang tak
berani lagi aku tatap dalam waktu yang lama. 'Aku bingung. Aku berusaha
menetralkan semua rasa aku ke kamu. Itu doang kok. Aku gak berubah.', aku masih
mencerna kalimat yang telah kau ucapkan barusan. Aku memiliki waktu yang
sedikit untuk berjumpa denganmu, tapi otakku lebih lambat bekerja dari
biasanya. Hatiku yang memegang kendali saat ini.
Matamu yang sembab, aku ingin
membasuh matamu yang sembab itu dengan tertawa yang biasa kita lakukan. Aku
sudah tak bisa melakukannya lagi. Apakah sedihmu yang menyebabkan matamu sampai
se-sembab itu? Apakah masih aku yang menjadi alasan sembab di matamu? Aku masih
berharap dengan jawaban, iya, walaupun pada akhirnya aku lah yang akan meminta
maaf sampai membuat mata indahmu menjadi sembab seperti itu. Apakah aku masih
terlalu egois untuk jawaban iya itu?
Semua senyummu yang dulu kau
pancarkan dengan lebar, sirna. Senyummu dipersempit. Aku hanya menatap bahwa
senyum yang kamu lontarkan hanya segaris, bahkan kurang. Benar-benar seadanya.
Intonasi yang kamu gunakan
terlalu datar. Aku belum pernah mendengar kamu berbicara denganku menggunakan
intonasi seperti itu. Tanpa tekanan, tanpa tambahan. Benar-benar kalimat
seadanya namun tepat tujuan yang kamu katakan.
Perubahan ini terlalu cepat
bagiku. Bagaimana bisa hanya dalam tempo beberapa hari saja, orang yang sudah
aku kenal lama berubah seperti orang asing yang mengerikan. Orang asing yang
berusaha untuk melupakan semuanya dan kembali berjalan tanpa pernah melihat ke
belakang lagi. 'Aku gak berubah. Aku dari kemaren udah nahan marah sama kamu
dan ini lah sekarang.', tegasmu. Berubah? Otakku masih mencerna kata itu.
Bagimana mungkin kamu gak berubah seperti orang asing yang tak ku kenal ini?
Bagaimana aku yang sudah mengenalmu lama tidak menyadari hal ini? Bagaimana
bisa aku melewatkan semua hal ini? Puluhan bahkan ratusan pertanyaan mendengung
di kepala ku saat ini. Tinggal menunggu waktu saja sampai mulutku tak kuasa
untuk menahan bongkahan pertanyaan yang masih terbendung.
Semua ini terasa seperti de
javu bagiku. Aku pernah berada di posisi seperti ini. Patah hati terhebat akan
terulang lagi kali ini. Mematung berdiri seperti ini. Berpikir secara tersendat
seperti ini. Tak berani menatap satu sama lain. Kita berubah menjadi orang
asing. Semuanya. Sama. Bukan bermaksud membandingkan kamu dengan masa laluku,
tapi kali ini, ini adalah patah hati terhebat dari yang terhebat.
Telingaku tidak kuat lagi
mendengar apa yang kamu sampaikan. Aku takut, semua yang aku terka bakal
terjadi lagi. Aku takut semua pemikiran buruk yang akan kamu ucapkan, terjadi.
Cukup. Ini saja yang harusnya aku dengar. Bagaimana bisa aku mendengarmu sampai
habis kalau aku tidak sanggup untuk menatapmu? Alasan yang aku berikan untuk
pamit seakan memberi kesan bahwa aku adalah orang yang lemah. Bukan kamu yang
terlalu nyaman bersandar denganku, aku lah orang yang selama ini terlalu nyaman
memberikan tempat sandaran. Karena ketika kamu pergi, tubuhku terlalu ringan
untuk aku gerakkan sendiri.
'Hati-hati', teriakmu. Aku tak
sanggup menoleh. Kamu terlalu sempurna menjadi sosok yang bersandar denganku.
Kamu bahkan masih sempat mengkhawatirkanku. Kamu seakan masih sanggup
memberikan perhatian kecil yang masih aku rindukan hingga saat ini.
Tubuhku terlalu ringan untuk aku gerakkan sendiri. Aku mohon,
kembalilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar